KETIKA kita bertemu dengan lawan jenis, tentu ada kalanya kita bertegur sapa, namun dalam mengucapkan salam kepada lawan jenis, apa boleh?
- Salam wanita kepada laki-laki.
- Dalil pertama:
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ قَالَتْ: ذَهَبْتُ إِلَى النَّبِيِّ عَامَ الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ (بِثَوْبٍ) فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ:مَنْ هَذِهِ؟ فَقُلْتُ: أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِيْ طَالِبٍ فَقَالَ: مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ.
Dari Ummu Hani’ berkata: “Saya pernah datang kepada Nabi pada tahun fathu (Mekkah) sedang beliau ketika itu sedang mandi. Dan putrinya, Fathimah menutupinya dengan pakaian lalu saya ucapkan salam padanya. Rasulullah bertanya: “Siapa ya?” Jawabku: “Saya Ummu Hani’ binti Abi Thalib”. Nabi bersabda: “Selamat datang wahai Ummu Hani”. (HR. Bukhari no. 6158 dan Muslim no. 336).
Dalam hadits ini Ummu Hani’ mengucapkan salam kepada Nabi padahal dia tidak termasuk mahramnya.
- Dalil kedua:
عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ قَالَ: كُنَّ النِّسَاءُ يُسَلِّمْنَ عَلَى الرِّجَالِ
Dari Hasan Al-Bashri berkata: “Dahulu para wanita (sahabat) mengucapkan salam kepada kaum laki-laki”. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 1046 dengan sanad hasan).
- Salam laki-laki kepada wanita.
- Dalil pertama:
عَنْ أَبِيْ حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ قَالَ: كُنَّا نَفْرَحُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ. قُلْتُ لِسَهْلٍ: وَلِمَ؟ قَالَ: كَانَتْ عَجُوْزٌ تُرْسِلُ إِلَى بُضَاعَةَ –نَخْلٍ بِالْمَدِيْنَةِ– فَتَأْخُذُ مِنْ أُصُوْلِ السِّلَقِ فَتَطْرَحُهُ فِيْ قِدْرٍ وَتُكَرْكِرُ حَبَّاتٍ مِنْ شَعِيْرٍ. فَإِذَا صَلَّيْنَا الْجُمُعَةَ انْصَرَفْنَاوَنُسَلِّمُ عَلَيْهَا فَتُقَدِّمُهُ إِلَيْنَا مِنْ أَجْلِهِ وَمَا كُنَّا نَقِيْلُ وَلاَ نَتَغَذَّى إِلاَّ بَعْدَ الْجُمُعَةِ.
Dari Abu Hazim dari Sahl berkata: “Kami sangat gembira bila tiba hari Jum’at”. Saya bertanya kepada Sahl: “Mengapa demikian?” Jawabnya: “Ada seorang nenek tua yang pergi ke budha’ah -sebuah kebun di Madinah- untuk mengambil ubi dan memasaknya di sebuah periuk dan juga membuat adonan dari biji gandum. Apabila kami selesai shalat Jum’at, kami pergi danmengucapkan salam padanya lalu dia akan menyuguhkan (makanan tersebut) untuk kami. Itulah sebabnya kami sangat gembira. Tidaklah kami tidur siang dan makan siang kecuali setelah jum’at”. (HR. Bukhari no. 6248 dan Muslim no. 859).
- Dalil kedua:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: يَا عَائِشَةُ هَذَا جِبْرِيْلُ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ. قَالَتْ: قُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِوَبَرَكَاتُهُ تَرَى مَا لاَ نَرَى تُرِيْدُ رَسُوْلَ اللهِ.
Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: “Wahai Aisyah, Tadi Jibril mengirimkan salam kepadamu”. Aku (Aisyah) menjawab: “Dan baginya salam dan kerahmatan Allah, engkau (Rasulullah) dapat melihat apa yang tak dapat kami lihat”. (HR. Bukhari no. 6249 dan Muslim no. 2447).
- Dalil ketiga:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيْدَ الأَنْصَارِيَّةِ: مَرَّ عَلَيْنَا النَّبِيُّ فِيْ نِسْوَةٍ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا
Dari Asma’ binti Yazid Al-Anshariyyah berkata: “Rasulullah pernah melewati kami -para wanita- dan beliau mengucapkan salam kepada kami”. (Shahih. Diriwayatkan Abu Daud (5204), Ibnu Majah (3701), Darimi (2/277) dan Ahmad (6/452). Lihat pula As-Shahihah no. 823 oleh Al-Albani).
- Dalil keempat:
عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَزْهَرٍ وَالْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ أَرْسَلُوْهُ إِلَى عَائِشَةَ زَوْجِالنَّبِيِّ فَقَالَ: اقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنَّا جَمِيْعًا وَسَلْهَا عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ…
Dari Kuraib, maula Ibnu Abbas bercerita bahwa Abdullah bin Abbas, Abdur Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhramah pernah mengutusnya kepada Aisyah, istri Nabi. Mereka mengatakan: Sampaikan salam kami semua kepadanya dan tanyakan padanya tentang shalat dua rakaat setelah Ashar…(HR. Muslim no. 834).
Dalil-dalil di atas secara jelas menunjukkan bolehnya salam kepada lawan jenis. Imam Bukhari membuat bab dalam Shahihnya “Bab salam kaum laki-laki kepada wanita dan salamnya kaum wanita kepada laki-laki”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari juz 11 hal.33-34:
“Imam Bukhari mengisyaratkan dengan bab ini untuk membantah riwayat Abdur Razaq dari Ma’mar dari Yahya bin Abi Katsir, beliau berkata: “Telah sampai khabar kepadaku bahwasanya dibenci kaum laki-laki salam kepada wanita dan wanita salam kepada pria”. Tetapi atsar ini sanadnya maqthu’ atau mu’dhal (jenis hadits lemah). Maksud bolehnya di sini apabila aman dari fitnah.
Al-Hulaimi berkata: “Barangsiapa yang yakin terhadap dirinya selamat dari fitnah, hendaknya dia mengucapkan salam dan bila tidak maka diam lebih utama”.
Al-Muhallab juga berkata: Salamnya kaum laki-laki kepada wanita atau sebaliknya hukumnya boleh apabila aman dari fitnah”. (Lihat pula Syu’abul Iman (6/461) oleh Imam Baihaqi).
- Kesimpulannya: boleh salam kepada wanita berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan penyebaran salam dengan selalu menjaga kaidah:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Membendung kerusakan lebih utama daripada mendapatkan kemaslahatan”. [yherdiansyah/islampos]
Sumber : http://abiubaidah.com/mengucapkan-salam-kepada-lawan-jenis-bolehkah.html/
0 Response to "Mengucap Salam Kepada Lawan Jenis, Bolehkah?"
Posting Komentar